Berdamai dengan Kehidupan

Mengingat Musa yang terpaksa menyerah karena ketergesaan prasangka. Hanya cukup dengan tiga perkara. Semua memang tak sewajarnya dan perlu dipertanyakan. Namun, bukan itu intinya. Musa harus bersabar seperti yang ia janjikan.

Karena Khidir punya alasan yang sebenarnya atas perintah Allah semata.

Atau tentang Siti Maryam yang justru bersabar dengan ujiannya. Bersabar melawan prasangka buruk karena rahmat Allah yang tak diketahui oleh siapapun juga. Sampai Allah memberikan kisah indah dengan putra yang dilahirkannya.

Siapalah kita berani berprasangka jika kepastian hanya diketahuiNya.

Bagaimana dengan Ibrahim yang bimbang tentang perintah mendebarkan. Bagaimana tidak. Membunuh semut saja tak sanggup tapi kini harus menyembelih anak yang disayanginya. Tanpa prasangka dia menjalankannya dan kisahnya pun diagungkan selama-lamanya.

Tidakkah cukup menjadi renungan bahwa Allah Maha Kuasa dengan skenario di tanganNya. Sebuah kepedihan bisa jadi adalah gerbang kebahagiaan. Bersabar dan jauhi prasangka menjadi pilihan terbaik pada setiap kisah. Seringkali diri ini lengah dan lupa. 

Lalu bagaimana dengan Fir'aun. Allah begitu memanjakannya dengan dunia yang justru membuatnya abadi dalam cerita. Ia akan disiksa. Dunia dibiarkan dalam rangkulannya dan hatinya pun membatu. Berkeras ingin disembah dan mangkir dari kebenaran yang terpampang jelas di depan mata.

Tidak cukupkah kita belajar dari kisah-kisah mereka. 

Aku hanya ingin berdamai dengan kehidupan. Berdamai dengan kebahagiaannya juga kesedihannya. Bersabar untuk tidak pongah dan cukup berprasangka baik saja.  

Komentar